Islam di Indonesia merupakan mayoritas terbesar ummat Muslim di dunia.
Ada sekitar 85,2% atau 199.959.285 jiwa dari total 234.693.997 jiwa penduduk.
Walau Islam menjadi mayoritas, namun Indonesia bukanlah negara yang berasaskan Islam.
Sejarah masuknya Islam
Penyebaran Islam (1200 - 1600)
Berbagai teori perihal masuknya Islam ke Indonesia terus muncul
sampai saat ini. Fokus diskusi mengenai kedatangan Islam di Indonesia sejauh
ini berkisar pada tiga tema utama, yakni tempat asal kedatangannya, para
pembawanya, dan waktu kedatangannya.[1] Mengenai tempat asal kedatangan Islam yang
menyentuh Indonesia, di kalangan para sejarawan terdapat beberapa pendapat. Ahmad Mansur Suryanegara mengikhtisarkannya menjadi tiga teori besar.
Pertama, teori Gujarat, India. Islam dipercayai datang dari
wilayah Gujarat – India melalui peran para pedagang India muslim pada sekitar abad ke-13
M. Kedua, teori Makkah. Islam dipercaya tiba di Indonesia
langsung dari Timur Tengah melalui jasa para pedagang Arab muslim sekitar abad ke-7 M. Ketiga, teori Persia.
Islam tiba di Indonesia melalui peran para pedagang asal Persia yang dalam perjalanannya singgah ke Gujarat
sebelum ke nusantara sekitar abad ke-13 M.[1]. Melalui Kesultanan Tidore yang juga menguasai Tanah Papua, sejak
abad ke-17, jangkauan terjauh penyebaran Islam sudah mencapai Semenanjung Onin di Kabupaten
Fakfak, Papua Barat.
Kalau Ahli Sejarah Barat beranggapan bahwa Islam masuk di
Indonesia mulai abad 13 adalah tidak benar, HAMKA berpendapat bahwa pada tahun 625 M sebuah naskah Tiongkok mengkabarkan bahwa menemukan kelompok bangsa
Arab yang telah bermukim di pantai Barat Sumatera (Barus) [2]. Pada saat nanti wilayah Barus ini akan masuk
ke wilayah kerajaan Srivijaya.
Pada tahun 674M semasa pemerintahan Khilafah Islam Utsman
bin Affan, memerintahkan mengirimkan utusannya (Muawiyah bin Abu
Sufyan) ke tanahJawa yaitu ke Jepara (pada saat itu namanya Kalingga).
Hasil kunjungan duta Islam ini adalah raja Jay Sima, putra Ratu Sima dari Kalingga, masuk Islam[3].
Pada tahun 718M raja Srivijaya Sri Indravarman setelah kerusuhan Kanton juga masuk Islam pada masa khalifah Umar
bin Abdul Aziz (Dinasti Umayyah).
Sanggahan Teori Islam
Masuk Indonesia abad 13 melalui Pedagang Gujarat
Teori Islam Masuk Indonesia abad 13 melalui pedagang Gujarat,
menurut pendapat sebagian besar orang, adalah tidaklah benar. Apabila benar
maka tentunya Islam yang akan berkembang kebanyakan di Indonesia adalah aliran Syi'ah karena Gujarat pada masa itu beraliran Syiah,
akan tetapi kenyataan Islam di Indonesia didominasi Mazhab Syafi'i.
Sanggahan lain adalah bukti telah munculnya Islam pada masa awal
dengan bukti Tarikh Nisan Fatimah
binti Maimun (1082M) di Gresik.
Masa kolonial
Pada abad ke-17 masehi atau tahun 1601 kerajaan Hindia Belanda datang ke Nusantara untuk berdagang, namun pada perkembangan
selanjutnya mereka menjajah daerah ini. Belanda datang ke Indonesia dengan
kamar dagangnya, VOC, sejak itu hampir seluruh wilayah
Nusantara dikuasainya kecuali Aceh. Saat itu antara kerajaan-kerajaan Islam
di Nusantara belum sempat membentuk aliansi atau kerja sama. Hal ini yang
menyebabkan proses penyebaran dakwah terpotong.
Dengan sumuliayatul (kesempurnaan) Islam yang tidak ada pemisahan antara aspek-aspek
kehidupan tertentu dengan yang lainnya, ini telah diterapkan oleh para ulama
saat itu. Ketika penjajahan datang, para ulama mengubah pesantren menjadi
markas perjuangan, para santri (peserta didik pesantren) menjadi jundullah (pasukan Allah) yang siap melawan penjajah, sedangkan ulamanya
menjadi panglima perang. Potensi-potensi tumbuh dan berkembang di abad ke-13
menjadi kekuatan perlawanan terhadap penjajah. Ini dapat dibuktikan dengan
adanya hikayat-hikayat pada masa kerajaan Islam yang syair-syairnya berisi
seruan perjuangan. Para ulama menggelorakan jihad melawan penjajah Belanda.
Belanda mengalami kewalahan yang akhirnya menggunakan strategi-strategi:
§ Politik devide et impera, yang pada kenyataannya memecah-belah atau mengadu domba antara
kekuatan ulama dengan adat, contohnya perang
Padri diSumatera Barat dan perang
Diponegoro di Jawa.
§ Mendatangkan Prof. Dr. Snouk Cristian Hourgonye alias Abdul Gafar, seorang Guru Besar ke-Indonesiaan
di Universitas Hindia Belanda, yang juga seorang orientalis yang pernah mempelajari Islam di Mekkah. Dia
berpendapat agar pemerintahan Belanda membiarkan umat Islam hanya melakukan
ibadah mahdhoh (khusus) dan dilarang berbicara atau sampai melakukan politik
praktis. Gagasan tersebut dijalani oleh pemerintahan Belanda dan salah satunya
adalah pembatasan terhadap kaum muslimin yang akan melakukan ibadah Haji,
karena pada saat itulah terjadi pematangan pejuangan terhadap penjajahan.[4]
Di akhir abad ke-19, muncul ideologi pembaruan Islam yang
diserukan oleh Jamal-al-Din
Afghani dan Muhammad Abduh.
Ulama-ulama Minangkabau yang belajar di Kairo, Mesir banyak berperan dalam menyebarkan ide-ide
tersebut, di antara mereka ialah Muhammad Djamil Djambek dan Abdul
Karim Amrullah. Pembaruan Islam yang tumbuh begitu pesat didukung
dengan berdirinya sekolah-sekolah pembaruan seperti Adabiah (1909), Diniyah Putri (1911), dan Sumatera Thawalib (1915). Pada tahun 1906, Tahir bin Jalaluddin menerbitkan koran pembaruan al-Iman di Singapura dan lima tahun kemudian, di Padang terbit koran dwi-mingguan al-Munir.[5]
Demografi
Sebagian besar ummat Islam di Indonesia berada di wilayah Indonesia bagian Barat,
seperti di pulau Sumatera, Jawa, Madura dan Kalimantan. Sedangkan untuk wilayah Timur,
penduduk Muslim banyak yang menetap di wilayah Sulawesi, Nusa
Tenggara Barat, dan Maluku Utara dan enklave tertentu di Indonesia Timur seperti Kabupaten Alor, Fakfak, Haruku, Banda, Tual dan lain-lain.
Pengadaan transmigrasi dari Jawa dan Madura yang secara besar-besaran dilakukan oleh
pemerintahan Suharto selama tiga dekade ke wilayah Timur Indonesia
telah menyebabkan bertambahnya jumlah penduduk Muslim disana. Untuk
pertamakalinya, pada tahun 1990an ummat Kristen menjadi minoritas di Maluku.
Kebijakan transmigrasi ini, yang telah melebarkan kesenjangan sosial danekonomi,
mengakibatkan sejumlah konflik di Maluku, Sulawesi Tengah, dan
sebagian wilayah Papua.
Arsitektur
Islam sangat banyak berpengaruh terhadap arsitektur bangunan di Indonesia. Rumah Betawi salah satunya, adalah bentuk arsitektur bangunan yang banyak
dipengaruhi oleh corak Islam. Pada salah satu forum tanya jawab di situs Era
Muslim[6],
disebutkan bahwa Rumah Betawi yang memiliki teras lebar, dan ada bale-bale untuk tempat berkumpul,
adalah salah satu ciri arsitektur peradaban Islam di Indonesia.
Masjid
Masjid Raya Medan al Ma'shun, adalah salah satu ciri bangunan
berarsitektur Islam yang ada di Indonesia
Masjid adalah tempat ibadah Muslim yang dapat dijumpai
diberbagai tempat di Indonesia. Menurut data Lembaga Ta'mir Masjid Indonesia,
saat ini terdapat 125 ribu[7] masjid yang dikelola oleh lembaga tersebut,
sedangkan jumlah secara keseluruhan berdasarkan data Departemen Agama tahun 2004, jumlah masjid di Indonesia sebanyak
643.834 buah, jumlah ini meningkat dari data tahun 1977 yang sebanyak 392.044
buah. Diperkirakan, jumlah masjid dan mushala di Indonesia saat ini antara
600-800 ribu buah.[8]
Pendidikan
Pesantren adalah salah satu sistem pendidikan Islam yang ada di Indonesia dengan ciri yang khas dan unik, juga dianggap
sebagai sistem pendididikan paling tua di Indonesia.[9] Selain itu, dalam pendidikan Islam di Indonesia
juga dikenal adanya Madrasah
Ibtidaiyah (dasar), Madrasah
Tsanawiyah (lanjutan), dan Madrasah Aliyah (menengah). Untuk tingkat universitas Islam di
Indonesia juga kian maju seiring dengan perkembangan zaman, hal ini dapat
dilihat dari terus beragamnya universitas Islam. Hampir disetiap provinsi di Indonesia dapat dijumpai Institut Agama Islam Negeriserta beberapa universitas
Islam lainnya.
Organisasi
Terdapat beberapa organisasi Islam di Indonesia,
di antaranya adalah Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Jamiat Khair, sebuah organisasi Islam tempat
para ulama dan aktivis bergabung, tempat bermulanya Ahmad Soorkati mengawali karier dakwahnya di Indonesia. Ia
diundang secara khusus oleh gerakan ini untuk menjadi pengajar pada berbagai
badan pendidikan yang dirintisnya pada tahun 1912. Ia datang dari Sudan,
membawa dan mengusung pola pikir rasional dalam berbagai kuliahnya. NU
merupakan organisasi Islam terbesar di Indonesia dengan anggota sekitar 35
juta. NU seringkali dikategorikan sebagai Islam traditional, salah satunya karena sistem
pendidikan pesantrennya. Muhammadiyah merupakan organisasi Islam terbesar
kedua, dengan anggotanya yang sekitar 30 juta. Muhammadiyah memiliki ribuan
sekolah, universitas, dan lembaga pendidikan tinggi serta ratusan rumah sakit
di seluruh Indonesia.
Selain ketiga organisasi diatas, di Indonesia juga dikenal adanya Front
Pembela Islam, Majelis Mujahidin Indonesia, dan Hizbut Tahrir Indonesia.
Politik
Dengan mayoritas berpenduduk Muslim, politik di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh dan peranan ummat Islam.
Walau demikian, Indonesia bukanlah negara yang berasaskan Islam, namun ada
beberapa daerah yang diberikan keistimewaan untuk menerapkan syariat Islam,
seperti Aceh.
Seiring dengan reformasi 1998,
di Indonesia jumlah partai politik Islam kian bertambah. Bila sebelumnya hanya
ada satu partai politik Islam, yakni Partai Persatuan Pembangunan-akibat adanya kebijakan
pemerintah yang membatasi jumlah partai politik, pada pemilu 2004 terdapat enam
partai politik yang berasaskan Islam, yaitu Partai Persatuan Pembangunan, Partai Keadilan Sejahtera,Partai Bintang Reformasi, Partai Amanat Nasional, Partai Kebangkitan Bangsa dan Partai
Bulan Bintang.
sumber : wiki
Tidak ada komentar:
Posting Komentar